Selasa, 09 September 2008

Orang Batak Jago Nyanyi...Benarkah





Orang Batak jago nyanyi, wah itu sih sudah seantero Nusantara sudah tau. Indonesia Idol pada season pertama pernah merasakan kemegahan suara seorang Joy Tobing, selain itu ada banyak penyanyi top di negeri ini yang merupakan etnis Batak. Orang Batak, Manado, dan Ambon memang terkenal akan manisnya suara mereka.

Saya sendiri baru benar-benar percaya hal tersebut setelah bercokol di Medan. Ada satu hal yang saya rasakan sedikit berbeda antara misa di gereja saat di Jakarta dengan di Medan. Di Jakarta umatnya sangat banyak tapi suaranya cukup lantang setiap kali menyanyi. Sedangkan selama misa di Medan, saya kira umatnya jauh lebih sedikit setiap misa tapi suaranya itu loh…menggelegar! Bahkan tidak heran jika sebagian umat, yang kebanyakan memang orang Batak, masih terus bernyanyi atau bersenandung usai misa, saat melangkah keluar dari lapangan parkir atau menunggu angkot.

Saya menjadi cukup penasaran akan hal tersebut, apa sih yang bisa membuat suara orang Batak itu kencang-kencang, entah memang merdu atau lumayan merdu. Sebagai seseorang yang bergerak di bidang science, maka saya tertarik untuk melakukan observasi kecil-kecilan. Ketika sedang memiliki waktu luang di kamar ICU maka saya seringkali main ke unit radiology di rumah sakit kami. Disana saya mencari foto-foto rongten kepala yang dilakukan sepanjang hari. Sambil bertanya dengan spesialis radiologinya, saya mencoba mengumpulkan dan menyimpulkan foto-foto kepala pasien yang orang Batak. Dan tebak apa yang dapat kami (saya dan dokter radiology) simpulkan dari observasi amatir tersebut ? Ternyata orang-orang Batak kebanyakan memiliki rongga sinus wajah yang relative lebih besar daripada orang-orang pada umumnya.

Sebagai penjelasan, tulang wajah kita diciptakan oleh yang diatas tidak berupa tulang yang padat 100% melainkan di beberapa lokasi terdapat rongga kosong yang disebut sinus. Secara umum ada 4 pasang sinus di wajah kita yaitu sinus frontalis (dahi), maksilaris (pipi), ethmoidalis (hidung) dan sphenoidalis (dasar otak). Sudah lama hal tersebut diketahui di dunia medis tapi sudah lama pula kami tidak mengetahui dengan pasti apa fungsi rongga-rongga aneg tersebut, karena prinsipnya apa yang dibuat Tuhan tidak pernah tanpa penjelasan yang mengagumkan. Salah satu teori mengatakan bahwa sinus-sinus tersebut berperan penting dalam resonansi saat bersuara atau bernyanyi.

Dalam dunia tarik suara saya kira ada 3 hal dasar yang penting dimiliki oleh seorang penyanyi yaitu segi teknik menyanyi termasuk teknik pernapasan, timbre (warna suara) yang mungkin berupa bakat bawaan dan resonansi (segi organik atau anatomik). Resonansi ini sudah lama diduga berkaitan dengan suara-suara yang berdentang di dalam rongga-rongga sinus. Dan bisa jadi rongga sinus yang besar-besar dari rekan-rekan kita yang orang Batak membuat resonansi mereka jauh lebih baik sehingga suara mereka lebih menggelegar saat menyanyi. Tapi tentunya untuk benar-benar menjadi penyanyi kita tidak harus membutuhkan resonansi yang besar semata melainkan juga segi teknis dan juga timbre yang khas.

Senin, 08 September 2008

Batu Gantung-Parapat

Parapat atau Prapat adalah sebuah kota kecil yang berada di wilayah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia. Kota kecil yang terletak di tepi Danau Toba ini merupakan tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Kota ini memiliki keindahan alam yang sangat mempesona dan didukung oleh akses jalan transportasi yang bagus, sehingga mudah untuk dijangkau.

Kota ini sering digunakan sebagai tempat singgah oleh para wisatawan yang melintas di Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum) bagian barat yang menghubungkan Kota Medan dengan Kota Padang. Selain sebagai objek wisata yang eksotis, Parapat juga merupakan sebuah kota yang melegenda di kalangan masyarakat di Sumatera Utara. Dahulu, kota kecil ini merupakan sebuah pekan yang terletak di tepi Danau Toba. Setelah terjadi suatu peristiwa yang sangat mengerikan, tempat itu oleh masyarakat diberi nama Parapat atau Prapat.

Dalam peristiwa itu, muncul sebuah batu yang menyerupai manusia yang berada di tepi Danau Toba. Menurut masyarakat setempat, batu itu merupakan penjelmaan seorang gadis cantik bernama Seruni. Peristiwa apa sebenarnya yang pernah terjadi di pinggiran kota kecil itu? Kenapa gadis cantik itu menjelma menjadi batu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Batu Gantung berikut ini!.

Alkisah,di sebuah desa terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk mencukupikebutuhan sehari-hari.

Pada suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba.

Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik dengan lamunannya.

Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus asa.

“Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh Seruni. Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu.

Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong. Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosokke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.

“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!” terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.

Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.

“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni.

Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat. “Parapat! Parapat batu… Parapat!” seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..

Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.

“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni kepada anjing itu.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.

“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.

“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.

“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.

“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang ayah. Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.

Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: “Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”

“Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! seru ibu Seruni panik.

“Benar, bu! Itu suara Seruni!” jawab sang ayah ikut panik.

“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.

“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.

Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.

“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.

“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.

Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.

“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”

“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.

Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.

“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.

“Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.

“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.

“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.

“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.

Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.

Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama “Batu Gantung”.

Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu Gantung” itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara: “Parapat… parapat batu… parapatlah!”Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”.

Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Demikian cerita tentang asal-usul nama kota prapat. Cerita di atas termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah akibat buruk dari sifat putus asa atau lemah semangat. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku Seruni yang hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam, namunia justru terperosok ke dalam lubang batu dan menghimpitnya hingga akhirnya meninggal dunia

Turi-turian ni si Piso Sumalim

Ditulis kembali oleh Hasna Siregar di batak_gaul@yahoogroups.com

Bege hamu majolo hupatorang sada turi-turian namasa di
sada luat na margoar Luat Habinsaran di tano Batak,
ima na margoar: Turi-turian ni si Piso Sumalim

Ia si Piso Sumalim ima sada anak ni raja, ditingki di
bortian dope ibana nunga ditinggalhon amangna ibana
ala naung marujung ngolu. Dung sorang ibana dibaen
inongna ma ibana margoar si Piso Sumalim.

Dung marumur ibana di haposoon, tubuma dirohana asa
mangalap boru ibana. Songon hasomalan di halak Batak,
ingkon luluanna ma boru ni tulangna parjolo. Molo
adong do, ingkon do usahahononna laho donganna saripe.
Alani i tubu ma dipingkiranna laho manungkun inana
manang na didia do huta ni tulangna. Dung disungkun
ibana inana i dia do huta ni tulangnai,
roma alus ni inanai mandok, ‘ueee… anak hasian anggo
tulangmu ndang adong, na mapultak sian bulu do ahu
madedek sian langit’.
Jadi dung songoni alus ni inanai gabe tarsonggot jala
longang ma si Piso Sumalim umbegesa i. Gabe loja ma
ibana mamingkiri hatai huhut dipahusor-husor di
bagasan rohana ala ndang masuk tu rohana jolma
mapultak sian bulu manang madekdek sian langit. Alani
i ndang sonang rohana ia so dipaboa inanai huta ni
tulangna. Dungi didokma mandok inanai, ‘ndang dung
dope hea hubege adong jolma na mapultak sian bulung
manang na madekdek sian langit. Molo ndang olo ho do
inang pabotohon didia do da tulang, ba olo ma ahu gabe
tu pandelean’. Alani i disuru innaima ibana borhat
dohot hatobanna namargoar si Tangkal Tabu mangalului
huta ni tulangnai tu luat Pahae. Di lehon ma dohot
sada hoda asa adong hundul-hundulan ni si Piso Sumalim
dohot balanjo saleleng di pardalanan.

Dung borhat si Piso Sumalim dohot hatobanna si Pangkal
Tabu, tung mansai loja do dihilala nasida namanjalahi
hutani tulangnai alanai daona. Di tongan dalan jumpang
nasida ma sada batang aek namansai tio. Didokma asa
maridi nasida di batang aek i. Alai didokma tu
hatobannai asa parpudi si Tangkal Tabu maridi, asa
adong manjaga pangkean ni si Piso Sumalim di tingki
maridi ibana. Dung sahat di paridian i si Piso
Sumalim, di bungka si Tangkal Tabu ma pangkean hatoban
sian dagingna jala dipangke ma pangkean ni si Piso
Sumalim ditiop ma dohot podangna.

Dung sae maridi si Piso Sumalim di bereng ibana ma
naung di pangke si Tangkal Tabu abitna dohot podang
nai. Jadi didokma mandok si Tangkal Tabu, ‘boasa
pangkeonmu paheanku?’ dungi roma hata ni si Tangkal
Tabu, “saonari ahu nama Raja jala homa gabe hatobanku.
Molo ndang olo ho, ba podang onma hubahen pamatehon
ho’. Alanii gabe oloma si Piso Sumalim mamangke pahean
ni hatobanna i. Jala naso jadi paboaon ni si Piso
Sumalim tu manang ise di bagasan parjanjiian nasida.
Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise si
ose padan tu ripurna tu magona. Dung sae nasida
marpadan, borhat ma nasida. Gabe si Tangkal Tabu ma
hundul di ginjang ni hoda i mangihuthon mardalan.
Dang sadia leleng, dungi sahat nasida tu huta ni
tulang ni si Piso Sumalim songon naung tinonahon ni
inani si Piso Sumalim.

Jadi dung pajumpang nasida, disungkun tulangnaima
nasida, ise do hamu umbahen na
dohononmu ahu tulang mu?’ didokma mangalusi, ‘ na sian
huta habinsaran do hami Tulang’. ‘Molo songoni, ba
tubu ni ise ma ho sian habinsaran?’ ala ndang diboto
si Tangkal Tabu mangalusi gabe si Piso Sumalim ma
mangalusi, ‘tubu ni boru tompul sopurpuron ompung’.
Dung didok songoni, gabe di haol tulangna ma si
Tangkal Tabu jala laon diboan tu jabu.
Alai anggo si Piso Sumalim di bara ni pinahan do ibana
dibaen. Dungi di suru tulangna ni si Piso Sumalim ma
parsondukna mangobasi sipanganon. Molo si panganon ni
si Tangkal Tabu di jabu tung mansai tabo ma dihilala
ibana Alana sohea di dai ibana sipanganon nasongoni,
jala tung sudado dibaen ibana sude sipanganoni. Alai
anggo sipanganon ni si Piso Sumalim di bara ni pinahan
sipanganon ni hatoban do di baen marsampur jagung.
Alai dipilliti si Piso Sumalim do indahan i
panganonna, anggo angka jagung i di pasombu ibana
ndang dipangan. Dung sae nasida mangan,
sungkun-sungkun ma roha ni tulang ni si Piso Sumalim.
Alana tung so adong do na tinggal di baen si Tangkal
Tabu si panganon i.

Jala si Piso Sumalim ndang diallang jagung. Dung dapot
bodarina, roma tulang ni si Piso Sumalim mandok ‘molo
laengku nahinan malo do marhasapi. Jadi dilean tulang
ni si Piso Sumalim ma paluon ni si Tangkal Tabu hasapi
laos dijalo ibana ma huhut di endehon songonon:

“Reng reng reng nagau ninna hasapingkon
Aut adong nian godang tinutung,
Butong ma nian butuhangkon.”

Sai mulahulak ma songoni di endehon si Tangkal Tabu.
Alai ndang tabo begeon ni pinggol ni angka naumbegesa,
gabe disuru tulang ni si Piso Sumalim ma asa dipaso
soara ni hasapi dohot endenai. Dungi di jou ma si Piso
Sumalim sian bara ni pinahan i laos di sungkun ma,
‘boha ia ho Tangkal Tabu diboto ho do marhasapi?
Alusna ‘huboto do ompung’. ‘Antong paluma hasapi on
molo na diboto hodo!’ Jadi dipalu si Piso Sumalim ma
hasapi i laos huhut ma ibana mangandungkon sada ende
nalungun. Ala ni tabonai andungna dohot soara ni
hasapi nai, gabe sudema naumbegesa tarpodom. Dung
dungo manogotnai sian podomanna, tamba longangma
rohani tulang ni si Piso Sumalim mamingkiri haroro ni
berenai.

Di nasahali disuru tulang ni si Piso Sumalim ma si
Tangkal Tabu borhat marmahan horbo tu parjampalan,
alai sude horbo na pinarmahan ni si Tangkal Tabu
manunda tu angka suan-suanan ni halak jala pola do
manjalo hata tulang ni si Piso Sumalim hinorhon ni
panunda ni horbonai na tung mansegai angka suan-suanan
na diladang. Dungi marsak ma tulangna mamereng
parniulaan ni si Tangkal Tabu laos disuruma si Piso
Sumalim borhat laho marmahan manggantihonsa.
Diparmahanan tubu do halongangan marnida si Piso
Sumalim, ai holan na hundul do ibana alai sude horbo
na pinarmahanna menak, sung so adong na manunda tu
suan-suanan ni halak. Alai nang pe songoni, tung so
lulu-lulu do roha ni tulang na aha do namasa
tuberenai. Disada tingki toho dibodarina dinalaho
modom ma angka jolma, mangandung ma si Piso Sumalim
sian toruni bara podomanna i , ia soara ni andungna
songonon ma:

“Pak…pak…pak……
Ninna hapak-hapak on….
Timbo dolok Martimbang
Boi di ranap datulang on
Ia ahu anak berena
So diboto datulang on .”

Nang pe adong andung-andung ni berena di toru barai,
tong do ndang diboto tulangna i namasai. Dungi di
sorang ni ari manogotnai, disuru ma muse si Tangkal
Tabu laho maninggala hauma. Alai diparniulaan ni si
Tangkal Tabu gabe ditinggal ma hauma i rap dohot sude
nasa gadu-gadu ni hauma i, patusega jala paturongrong
ma sude hauma na tininggalanai. Jadi lam tamba ma
arsak ni tulang ni Si Piso Sumalim marnida namasai.
Dungi disuruma si Piso Sumalim maninggala huhut
mardongan muruk dohot jut ni roha hinorhon ni naung
patusega sude hauma ni tulang ni si Piso Sumalim. Alai
tung halongangan bolon do, ai hundul do si Piso
Sumalim di atas ni tinggala i, gabe boi do mulak
denggan sude hauma ni tulangnai.

Disada tingki dinamodom inang ni si Piso Sumalim
songgot ma ro tu parnipionna taringot tu pangalaho na
niulahon ni si Tangkal Tabu tu anakkonna si Piso
Sumalim. Alani bonos ni rohana, disuruma sada hoda na
bontar laho manaruhon pahean si Piso Sumalim tu huta
ni ibotona rap dohot sada surat na disurathon di
sambuhu bulu. Songonon ma isina:

“Ito….., hu tongos do dison pahean ni berem, molo tusi
di lehon hoda on pehean on, ido berem. Alai molo
mangalo do hoda on dang olo mangalehon pahean on, ido
hatoban.”

Di sogot ni ari, di ida tulang nai ma ro sada hoda
bontar, alai sungkun-sungkun do roha ni rajai, aha do
nuaeng namasa. Dungi didapothon ma hoda i, jala diida
adong surat laos di jaha ma. Dungi disuruma si Tangkal
Tabu parjolo mambuat pahean nabinoan ni hodai. Alai
disi dibuat si Tangkal Tabu abit sian hoda i, manigor
di tambik hoda ima si Tangkal Tabu laos balik. Dungi
disuru ma muse si Piso Sumalim mambuat pahean sian i,
alai tung denggan do dipasahat hodai tu ibana.

Dung songoni, tarrimas ma roha ni tulang ni si Piso
Sumalim marnida na masai, laos di sungkun tulangnaima
si Tangkal Tabu huhut marsoara na gogo: Ise do
nasasintongna jala boasa diulahon ho na songoni tu
berengkon?”
Jadi didok si Tangkal Tabu ma alusna songon on:

Sian gampang tu gompung
Sian damang tu daompung
Dang hea dope raja,
Ba nanggo apala songoni dalanna
Asa hea ahu raja.

Di natarrimas tulang ni si Piso Sumalim, naung di
paoto-oto berena si Piso Sumalim rap dohot tulangna,
didabuhon ma uhum tu si Tangkal Tabu, dipapodom ma
ibana gabe sidege-degeon ni nasa jolma naro tu bagas
ni tulangnai, jala sidege-degeon ni nasa jolma na ruar
siang bagas ni tulang nai. Tung mansai hansit do uhum
nabinahen ni tulang ni si Piso Sumalim tu si Tangkal
Tabu pangoto-otoi i .

Di laon-laon niari, hundul si Piso Sumalim di sada
inganan, tung mansai lungun rohana naeng mulak tu huta
ni inana. Laos didok ma tu tulangna asa mualk ibana
laho manjumpangi inana. Dungi dijou si Piso Sumalim ma
sada hoda laho hundulanna, laoes dinangkohi ibana ma
hodai. Alai di nalaho borhat si Piso Sumalim, hatop ma
maringkat boru ni tulangna mandapothon si Piso Sumalim
jala mamintor nangkok tu hodani anakni namborunai.
Jadi hatopma disuru si Piso Sumalim maringkat hodana
laho mangaluahon boru ni tulangnai bahen parsonduk
bolonna, laos dinasadari I borhatma nasida tu hutani
inani si Piso Sumalim.

Harimpunanna:

Molo tung pe adong hamoraon dohot hasangapon di sada
jolma, naso jadi silatean.
Jala molo tung pe adong jolma na pogos jala na lea,
tung so jadi martahi na jahat.

Perlukah Budaya Batak

Horas ma di hita saluhutna,

Perlu barangkali kita samakan penegertian kita mengenai “Adat”. Sebenarnya, ada 2 (dua) hal yang harus kita perlu cermati mengenai adat Batak, yaitu adat formal, yang biasa dapat kita lihat dari pelaksanaan acara adat Batak, mulai dari lahir, besar, menikah, samapai meninggal. Banyak sekali praktek adat Batak yang berkaitan dengan siklus hidup orang Batak. Kalau ada anak lahir, datanglah mertuanya “mamboan aek ni unte”, “pasahat ulos parompa”, paebathon, setelah besar, anak laki-laki biasanya “manulangi tulang”, untuk minta izin mau menikah dengan orang lain, biasanya hanya anak laki-laki yang paling sulung, acara pernikahan, sampai acara yang berkaitan dengan orang yang meninggal. Semua ini adalah merupakan bagian dari adat formal.

Yang kedua adalah yang disebut dengan adat material. Yang berhubungan dengan adat material adalah sistem nilai yang terkandung di dalam budaya Batak, yang umum kita tahu adalah konsep Dalihan Na Tolu, yaitu Somba marhula-hula, Elek Marboru, manat mardongan tubu, kadang-kadang ditambah lagi satu lagi burju mardongan sahuta. Dalihan na tolu adalah suatu kerangka (framework) yang sangat baik, bagai mana orang Batak berinteraksi dengan lingkungannya, yang kaya dengan sistem nilai yang sangat baik dan dapat bertahan sepanjang zaman. Karena, sistem nilai yang ada di dalamnya sangat universal dengan nilai-nilai religius yang sangat dalam. Akar dari sistem nilai dalihan na tolu adalah kerendahan hati (humble). Bagaimana tidak, seorang orang Batak harus hormat sama hula-hulanya, tanpa syarat. Tidak dikatakan, hormatilah hula-hulamu, kalau dia kaya, punya jabatan, atau baik. Demikian juga, pada saat kita hula-hula, harus elek kepada boru, walaupun dalam tatanan kekerabatan Batak, Boru adalah kelumpok yang dapat kita minta untuk melayani kita (marhobas), tetapi dalam kedudukan kita yang lebih tinggipun kita harus elek. Manat mardongan tubu, juga merupakan satu tatanan interaksi masyarakat Batak kepada keluarga yang semarga yang sangat unik. kenapa dikatakan manat (hati-hati). Dengan dongan sabutuha, sangan jarang didalam umpama/umpasa yang memberikan kita solusi, untuk mendamaikan orang yang sabutuha kalau terjadi konflik diantara mereka. Kalau mar-hula-hula, kita masih bisa membawa makanan kepada hula-hula untuk minta maaf. Demikian juga marboru, kita bisa memberikan ulos untuk minta maaf. Jadi kalau ada orang yang mempertentangkan adat Batak dengan agama, agama apapun, mungkin itu hanyalah ketidak tahuan dari sistem nilai budaya batak itu sendiri.

Banyak juga orang Batak yang memonopoli sifat-sifat buruk yang selalu dikaitkan sebagai HANYA milik orang Batak, yang umum disebut TEAL, LATE, dan ELAT. Tapi kalau kita uji, hampir semua suku bangsa, juga memiliki sifat-sifat ini. Bedanya adalah, orang Batak berani mengakui, bahwa sifat-sifat itupun ada di orang Batak, sedang masyarakat lain tidak berani mengakuinya. Menurut saya ini juga hal yang positif. Sebab dengan mengakuinya (awareness), adalah merupakan langkah awal untuk menghindari, mengurangi atau bahkan mengilangkannya. Kalau kita tidak ada awareness mengenai sifat-sifat yang jelek ini, maka kita akan menganggap hal ini adalh hal yang lumrah, atau “apa boleh buta”.

Adat Batak material yang lainnya, banyak terkandung di dalam umpama/umpasa Batak, dalam milis ini, mungkin bisa kita undang natua-tua kita untuk seskali menjelaskan beberapa umpama/umpasa Batak. Di dalamnya terkandung sistem nilai yang sangat baik.

Dari penjelasan saya disini, adat Batak formal, akan berubah sesuai dengan tuntutan zaman. Jangankan masalah waktu, yang mengakibatkan dibiasakannya “ulaon sadari”, mungkin pada saatnya nanti, pesta adat Batak bisa dilakukan melalui video conference, tidak harus ada di tempat yang sama. Tapi jangan juga ditiadakan sama sekali. Adat formal Batak adalah laboratorium bagi orang Batak untuk mempraktekkan adat Batak material. Dengan kita mengikuti pesta-pesta/acara adat Batak, maka pemahaman kita akan adat Batak material akan semakin baik.

Adat Batak formal sangat dilandasi oleh satu prinsip “dos ni roha sibaen na saut” (konsensus), tapi adat Batak material adalah suatu kerangka sistem nilai Batak yang membuat budaya Batak lestari.

Boti ma jolo, ba ditambai angka dongan muse.

SELAMAT

Nungnga tarpillit be Ephorus na baru di HKBP, pada tanggal 4/09/08 untuk periode tahun 2008 - 2012 dohot perolehan suara :

Pdt DR Bonar Napitupulu terpilih sebagai Ephorus HKBP 2008-1012 dengan 682 suara

dibanding

Pdt. WTP Simarmata 585 suara

SELAMAT!!!

pesan :

Mata hon na lidang i, jala bereng na tigor i

Ai hadameon do ujung ni halak sisongon i.