Jumat, 22 Februari 2008

Peti Mati Batak / Hau Sada

Maaf saya sedang meneliti tentang Peti Mati Orang Batak, dan masih kekurangan duit ....jadi kira2 3 minggu lagi akan tampil beserta gambar peti mati nya.

GAMBARAN SECARA UMUM TENTANG PETI MATI ORANG BATAK

Peti Mati digunakan sebahagian manusia di dunia sebagai simbol dalam acara kematian. Peti mati di Orang Batak lebih dikenal dengan nama Poti Hau Sada atau Abal-abal. Pemilik peti mati ini pada umumnya dipesan sebelum si pemilik meninggal dunia.
Dalam pembuatan peti mati ini membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga para pemesan kebanyakan adalah orang kaya (Na Mora). Bayangkan saja setiap 1 buah Peti Mati ini harganya mencapai Rp. 18.000.000,- dan penyelesaiannya dibutuhkan selama 3 minggu.
Pembuatan Peti mati ini tidak sembarangan, harus melalui acara ritual yang dibuat khusus agar menjadi peti mati sempurna dalam adat.



BERSAMBUNG...............

Tunggal Panaluan


Tunggal Panaluan adalah tongkat orang batak yang hanya dimiliki oleh raja-raja batak. Tunggal Panaluan Raja Batak yang konon sudah dibawa oleh orang Belanda ke negaranya sekarang sudah kembali ke Tanah Batak, tepatnya di museum Gereja Katolik Kabupaten Samosir.

Tongkat Tunggal Panaluan oleh semua sub suku Batak diyakini memiliki kekuatan gaib untuk : meminta hujan, menahan hujan (manarang udan), menolak bala, Wabah, mengobati penyakit, mencari dan menangkap pencuri, membantu dalam peperangan dll. Ada beberapa versi mengenai kisah terjadinya tongkat Tongkat Tunggal Panaluan yang memiliki persamaan dan perbedaan, sehingga motif yang terdapat pada tongkat Tongkat Tunggal Panaluan juga bervariasi. Salah satu kisahnya sebagai berikut :

sepasang suami istri yaitu Datu Baragas Tunggal Pambarbar Na Sumurung (ahli ukir) dan istrinya Nan Sindak Panaluan, sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak. Mereka menanyakan hal tersebut kepada ahli ramal, ahli ramal menganjurkan agar mengganti patung-patung yang ada di rumahnya dengan yang lebih cantik. Maka pergilah Datu Baragas kehutan untuk mencari kayu yang cocok dijadikan patung, tetapi berhari-hari lamanya tidak ditemukan. Suatu saat ia (Baragas Tunggal) melihat di udara pohon melayang-layang tanpa cabang, daunnya kira-kira setinggi manusia. Baragas memohon kepada Mulajadi agar pohon tersebut diturunkan ke bumi dan ternyata dikabulkan. Pohon tersebut turun tepat ditempat peristirahatan (perberhentian) yang disebut Adian Naga Tolping. Baragas mengambilnya serta mulai mengukir sehingga berbentuk seorang gadis disebut Jonjong Anian. Setelah selesai, ia bermaksud membawa pulang, tetapi tidak dapat diangkatnya.

Beberapa hari kemudian saudagar kain dan perhiasan lewat lalu beristirahat ditempat tersebut. Saudagar melihat betapa cantiknya patung tersebut bila dikenakan pakaian dan perhiasan lengkap. Ia kemudian mengenakan pakaian, selendang, kerabu, kalung, gelang dan kancing emas. Ketika hendak pulang barang-barang tersebut tidak dapat dibuka walau dengan cara apapun. Lalu ia pulang dengan hati yang sangat kesal. Tersiarlah berita sampai keseluruh negeri dan sampai pada dukun Nasumurung Datu Pangabang-abang Pangubung-ubung yaitu dukun yang dapat menghidupkan kembali yang mati atau menyegarkan yang busuk. Sang dukun pergi ketempat patung tersebut dengan membawa obat berkhasiat, lalu meneteskannya ke mata patung, matanya langsung berkedip, ditetskan kehidung terus bersin, diteteskan ke bibir sehingga komat-kamit, diteteskan ke mulut terus dapat berbicara, ke telinga lalu mendengar, kepersendian, pergelangan tangan maupun kaki sehingga dapat bergerak dan berjalan sehingga patung tersebut menjadi seorang gadis cantik jelita, diberi nama siboru Jonjong Anian Siboru Tibal Tudosan.

Datu Nasumurung membangun rumah untuk tempatnya bertenun yang dikawal harimau, babi dan anjing, tangga rumahnya dibuat dari pisau-pisau yang tajam. Banyak pemuda yang simpati padanya tapi untuk bertemupun tidak bisa, namun seorang pemuda berhasil memikat hatinya yang bernama Guru Tatea Bulan dan sepakat untuk melaksanakan perkawinan. Berita itu tersebar luas diseluruh negeri dan sampai kepada Baragas (sipembuat patung), lalu mendatangi datu Pangabang-abang yang menanyakan hal itu. Terjadilah perselisihan antara sipembuat patung (pengukir), datu yang menghidupkan dan saudagar yang masing-masing mengatakan bahwa siboru Jonjong Anian adalah putrinya.

Perselisihan itu ditengahi oleh Si Raja Bahir-bahir (seorang penyumpit) yang menyatakan : Baragas (pengukir) pantas menjadi ayahnya, saudagar menjadi pamannya dan datu Pangabang-abang menjadi kakeknya. Pendapat itu disetujui dan perkawinanpun dilaksanakan. Beberapa lama kemudian, Siboru Jonjong Anian mulai mengandung (hamil). Selama hamil Guru Tatea Bulan senantiasa memenuhi permintaannya agar kelak tidak menjadi staknasi (halangan), walaupun permintaan tersebut terasa aneh, mis : meminta hati elang, nangka, pisang, ikan lumba-lumba, ayam jantan, dll. Ternyata kehamilannya diluar kebiasaan yaitu selama 12 bulan, setelah lahir ternyata kembar dua (marporhas), laki-laki dan perempuan, Guru Tatea Bulan melaksanakan pesta pemberian nama (martutu aek). Yang laki-laki dinamai Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan adiknya si Tapi Nauasan Siboru Panaluan.

Pengertian Dalihan Na Tolu

Dalihan Na Tolu sangat berperan sekali dalam pelaksanaan berbagai jenis upacara adat. dan Dalihan Na Tolu terdiri dari 2 kata yang terdiri dari :
  • Dalihan = Tataring / Tungku / Tempat Pembakaran
  • Tolu = Tiga
Dalihan Na Tolu artinya Tiga Tumpuan pada tungku.

Dalihan Na Tolu terdiri atas 3 bagian, antara lain :

  • Somba Marhula-hula = Menghormati Hula-hula (tulang)
  • Elek Marboru = Pandai membujuk saudara perempuan
  • Manat Mardongan Tubu = Menjaga perasaan dari saudara semarga/se-opung

Dalihan Na Tolu ini sering digunakan oleh suku Batak pada umumnya di setiap upacara adat. Akan tetapi banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh individu suku batak tersebut dalam pelaksanaan adatnya.



Semoga Pengertian Dalihan Na Tolu ini Bermanfaat bagi para pembaca.