Minggu, 26 Oktober 2008

SEJARAH BATAK

Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 Km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.Diperkirakan si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan : si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan danau Toba (Portibi) atau dari Barat danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah timur Danau Toba (Simalungun)Sebutan Raja kepada si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan dsb, meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah.

PERCERAIAN BATAK TOBA DAN HUKUM INDONESIA

Pembagian Harta Bersama Dalam Hal Putusnya Perkawinan Karena Perceraian
(Studi: Pada Masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan)

Setiap perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Kebahagian lahir dan bathin menjadi dambaan setiap manusia. Di dalam keluarga ada harta kekayaan, baik harta bersama maupun harta bawaan. Dalam keluarga tidak jarang terjadi perselisihan, pertengkaran dan ketidak cocokan, terjadi secara terus menerus sehingga tidak jarang terjadi perceraian. Perceraian menimbulkan masalah terhadap anak-anak dan harta bersama.
Pasal 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur masalah harta bersama apabila terjadi perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing. Hukum masing-masing yaitu hukum adat, hukum agama dan hukum lainnya. Dalam masyarakat Batak Toba berlaku hukum adat, baik dalam memutuskan untuk perceraian maupun pembagian harta bersama. Di mana jika perceraian disebabkan karena kesalahan perempuan, maka pihak perempuan wajib membayar dua kali lipat dan tuhor yang diterima pihak perempuan, dan pihak perempuan tidak berhak menuntut pembagian harta bersama.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan lokasi penelitian di Kota Medan. Populasi penelitian adalah masyarakat Batak Toba Kristen yang perkawinannya putus karena perceraian. Sampel diambil secara purposive sampling, diambil 5 orang responden dan 13 putusan Pengadilan Negeri Medan. Untuk menyempurnaan hasil wawancara dengan para responden, diperlukan nara sumber, yaitu: Tokoh Adat Batak Toba, Pengacara Hukum, Organisasi Gereja, dan Hakim Pengadilan Negeri Medan. Untuk melengkapi hasil penelitian, dibutuhkan penelitian kepustakaan. data dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya menggunakan metode berpikir induktif dan deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan-alasan orang Batak Toba untuk melakukan perceraian adalah karena terjadinya pertengkaran, berzina dan tidak adanya keturunan. Terjadinya perceraian menimbulkan masalah lain yaitu tentang harta bersama, di mana segala harta yang di dapat selama perkawinan berada dibawah kekuasaan suami, akan tetapi menyangkut harta bawaan tetap berada dalam kekuasaan masing-masing. Upaya untuk menyelesaikan pembagian harta bersama dilakukan dengan musyawarah keluarga, dan besarnya hak masing-masing menunjukkan tidak adanya keseimbangan, di mana hak suami lebih besar dari isteri. Salah satu saran yang diajukkan adalah dalam pembagian harta bersama sebaiknya dituangkan dalam akta otentik yang di buat oleh notaris.

Lusinda Maranatha Siahaan
Program Pasca Sarjana
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara

Pustaha Laklak


Gbr. TuanBorahimPurbadasuha

Naskah kuno merupakan salah satu peninggalan budaya masa silam yang perlu dilestarikan. Namun bagi kita anak bangsa, akan sulit menemukan Naskah-Naskah kuno Nusantara secara utuh di Bumi Nusantara. Hal ini selain minimnya kepedulian untuk mengapresiasikan dan melestarikannya, juga dikarenakan banyak naskah kuno asal Indonesia bermukim di mancanegara sejak ratusan tahun lalu. Pada Komunitas Batak yang mempunyai beberapa etnis, seperti Mandailing, Simalungun, Karo, Pakpak, Angkola serta Batak Toba di Sumatera Utara, mempunyai naskah kuno yang ditulis pada lembaran kayu ulim yang panjang berlipat-lipat dengan tinta mangsi yaitu hasil tampungan asap dari pembakaran kayu jeruk purut dengan pena bulu ayam, atau campuran bahan getah sona, air tebu, dawat, air getah unte hajor, bunga sapa, air jahe, merica serta minyak; ada juga dari bahan lain seperti bambu sebagai pengganti kertas. Naskah Kuno inilah yang disebut PUSTAHA LAKLAK dengan memakai aksara batak dengan tahun penulisannya tidak diketahui.Didalam Pustaha Laklak memuat banyak aturan yang tentunya bernorma pada kepercayaan Sipelebegu dan sebagainya yang merupakan kepercayaan asli Orang Batak.
Kepercayaan Orang Batak meyakini adanya Kausa Prima berupa Debata (Naibata menurut Dialek Simalungun, yang mungkin saja sama dengan Dewata) dengan meyakini adanya 3 Dimensi Alam yaitu Banua Ginjang yaitu Dimensi Ilahiah , Banua Tongah yaitu Dimensi Korelasi Insani & Makhluk Hidup lainnya serta Banua Toru(h)
yaitu Dimensi Spiritual. Ketiganya tersimbol dalam Tondi (tonduy menurut dialek simalungun; merupakan spirit of the spirits), Sahala (merupakan power of the powers) dan Begu ( merupakan simbol kegaiban)Pustaha Laklak banyak memuat aturan-aturan mengenai mobilitas orang batak masa itu; kita ambil contoh saja mengenai Keparanormalan dan Pengobatan Tradisi.
Dalam kajian saya mengenai Pustaha Laklak Simalungun, sebagian besar membahas dunia metafisis ala Simalungun seperti Tabas-tabas (mantera - mantera), Takkal ni Bisa ( Penawar Racun/santet dan tata cara meracun/santet), Pulungan (Jamu-jamuan), Panjahaion Ompak ni Ipon (Pelajaran Memprediksi dgn serpihan gigi), Panjahaion Parsopoan (Pelajaran Fengshui ala simalungun), Rajah, hari baik dan sebagainya.
Disini saya menukil hanya sekelumit contoh tentang isi Pustaha Laklak simalungun, misalnya:


1. Tentang Fengshui:
“Jaha sopo iholang-holang batang-batang sada, janah abing reben i desa otara Rohma naosuman bani oppungni sopou, matean oppung ni sopo ale amang datu.
Jaha sopou ipajongjong bani suhi-suhi dalan nabolon topat bani topi dalan, rohma nasosuman bani oppunganni sopou inon. Buei marsilaosan begu monggop bani sopou inon, matean oppungni sopou inon”.
kira-kira bermakna:
“Jika sebuah bangunan didirikan diapit balok besar, satu diantara balok terletak pada kemiringan disebelah utara bangunan, pemiliknya tidak akan berhoki.
Jika bangunan ditepi jalan raya pada posisi sudut jalan umum, maka pemilik akan ditimpa musibah karena banyak dilintasi energi negatif”.

2. Tentang Santet:
Memakai bahan kulit Harimau, Tanah Kuburan dari Pusara yg baru satu hari, kulit Musang, Tali Pengikat Senjata Tajam, Buah Enau yg berjatuhan dan Pucuk kain Pangulu Balang.
semua Bahan disatukan dan dimasukkan kedalam Labu Muda sebagian, dan sebagian disatukan dengan kulit Harimau serta sebagian untuk bahan taburan. Lalu Manterai dan kemudian disemburkan pada bahan kulit Harimau dan Labu Muda:
“surung maho botara ni pangulu balang nina gurunghu, pangulu balang ni pagar pangorom, amani si porhas manoro, inani si porhas manoro botara porhas manoro, surung porhas manoro dihosah ni musuhu…., surung bunuh ni…..surung ma ho botara pangulu balang nina gurunghu”

3. Tentang Pelet:
Salah satu cara pelet dengan ramuan yaitu menggunakan bahan yang melekat pada kayu, yang melekat pada batu, yang melekat di pohon enau, pada lumpang, serta segala sesuatu yang bersifat lengket. Seluruh bahan digiling halus.
Pustaha Laklak memakai bahasa dan Aksara Batak. Aksara Batak yang mempunyai ciri-ciri tersendiri antara Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing/Angkola (di Simalungun disebut Puang ni Surat Sapuluh Siah krn berjumlah 19 huruf) seperti didlm gambar diatas tampak 19 huruf Simalungun itu yaitu: A, Ha, Ba, Pa, Na, Wa, Ga, Ja, Da, Ra, Ma, Ta, Sa, Ya, Nga, La, I, U dan Nya. Untuk membentuk menjadi satu kata, terkadang dibutuhkan pangolat ( anak huruf sebagai tanda baca), seperti dlm contoh: kata “Ki Sawung”, dibutuhkan huruf Ha (bs bermakna Ka), huruf Sa, Wa dan Nga. Huruf Ha diberi anak huruf agar berbunyi Ki, Sa tetap, huruf Wa dan Nga diberi anak huruf kemudian di gabungkan karena bersuku kata sama sehingga berbunyi WUNG.Dalam Pustaha laklak Simalungun No. 252, ada Tabas (mantra) yang menggunakan Bahasa Huruf, begini bunyi mantranya: “A, Ha, Ba, Pa, Na, Wa, Ga, Ja, Da, Ra, Ma, Ta, Sa, Ya, Nga, La, I, U, Nya, harannya hita sabapa sainang sanawa, nini pormula jadi ni surat sapulu siyah, samula, sumili yah na ho begu, sumala sumili, yah ho aji ni halak. Borkat ma hamu Guru Sinalisi, na miyan Naibata diyatas, borkat mahamu Guru Siniyaman, na miyan Naibata ditongah, borkat ma hamu Guru Mangontang Dunia, na miyan Naibata ditoruh, harannya ham na mampogang hanami manusiya, pogang begu, pogang aji ni halak, iya ma tuwanku jungjunganku”. Mantera ini untuk menjauhkan kejahatan dan guna-guna.