Pembagian Harta Bersama Dalam Hal Putusnya Perkawinan Karena Perceraian
(Studi: Pada Masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan)
(Studi: Pada Masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan)
Setiap perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Kebahagian lahir dan bathin menjadi dambaan setiap manusia. Di dalam keluarga ada harta kekayaan, baik harta bersama maupun harta bawaan. Dalam keluarga tidak jarang terjadi perselisihan, pertengkaran dan ketidak cocokan, terjadi secara terus menerus sehingga tidak jarang terjadi perceraian. Perceraian menimbulkan masalah terhadap anak-anak dan harta bersama.
Pasal 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur masalah harta bersama apabila terjadi perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing. Hukum masing-masing yaitu hukum adat, hukum agama dan hukum lainnya. Dalam masyarakat Batak Toba berlaku hukum adat, baik dalam memutuskan untuk perceraian maupun pembagian harta bersama. Di mana jika perceraian disebabkan karena kesalahan perempuan, maka pihak perempuan wajib membayar dua kali lipat dan tuhor yang diterima pihak perempuan, dan pihak perempuan tidak berhak menuntut pembagian harta bersama.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan lokasi penelitian di Kota Medan. Populasi penelitian adalah masyarakat Batak Toba Kristen yang perkawinannya putus karena perceraian. Sampel diambil secara purposive sampling, diambil 5 orang responden dan 13 putusan Pengadilan Negeri Medan. Untuk menyempurnaan hasil wawancara dengan para responden, diperlukan nara sumber, yaitu: Tokoh Adat Batak Toba, Pengacara Hukum, Organisasi Gereja, dan Hakim Pengadilan Negeri Medan. Untuk melengkapi hasil penelitian, dibutuhkan penelitian kepustakaan. data dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya menggunakan metode berpikir induktif dan deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan-alasan orang Batak Toba untuk melakukan perceraian adalah karena terjadinya pertengkaran, berzina dan tidak adanya keturunan. Terjadinya perceraian menimbulkan masalah lain yaitu tentang harta bersama, di mana segala harta yang di dapat selama perkawinan berada dibawah kekuasaan suami, akan tetapi menyangkut harta bawaan tetap berada dalam kekuasaan masing-masing. Upaya untuk menyelesaikan pembagian harta bersama dilakukan dengan musyawarah keluarga, dan besarnya hak masing-masing menunjukkan tidak adanya keseimbangan, di mana hak suami lebih besar dari isteri. Salah satu saran yang diajukkan adalah dalam pembagian harta bersama sebaiknya dituangkan dalam akta otentik yang di buat oleh notaris.
Lusinda Maranatha Siahaan
Program Pasca Sarjana
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara
Pasal 37 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur masalah harta bersama apabila terjadi perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing. Hukum masing-masing yaitu hukum adat, hukum agama dan hukum lainnya. Dalam masyarakat Batak Toba berlaku hukum adat, baik dalam memutuskan untuk perceraian maupun pembagian harta bersama. Di mana jika perceraian disebabkan karena kesalahan perempuan, maka pihak perempuan wajib membayar dua kali lipat dan tuhor yang diterima pihak perempuan, dan pihak perempuan tidak berhak menuntut pembagian harta bersama.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan lokasi penelitian di Kota Medan. Populasi penelitian adalah masyarakat Batak Toba Kristen yang perkawinannya putus karena perceraian. Sampel diambil secara purposive sampling, diambil 5 orang responden dan 13 putusan Pengadilan Negeri Medan. Untuk menyempurnaan hasil wawancara dengan para responden, diperlukan nara sumber, yaitu: Tokoh Adat Batak Toba, Pengacara Hukum, Organisasi Gereja, dan Hakim Pengadilan Negeri Medan. Untuk melengkapi hasil penelitian, dibutuhkan penelitian kepustakaan. data dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya menggunakan metode berpikir induktif dan deduktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan-alasan orang Batak Toba untuk melakukan perceraian adalah karena terjadinya pertengkaran, berzina dan tidak adanya keturunan. Terjadinya perceraian menimbulkan masalah lain yaitu tentang harta bersama, di mana segala harta yang di dapat selama perkawinan berada dibawah kekuasaan suami, akan tetapi menyangkut harta bawaan tetap berada dalam kekuasaan masing-masing. Upaya untuk menyelesaikan pembagian harta bersama dilakukan dengan musyawarah keluarga, dan besarnya hak masing-masing menunjukkan tidak adanya keseimbangan, di mana hak suami lebih besar dari isteri. Salah satu saran yang diajukkan adalah dalam pembagian harta bersama sebaiknya dituangkan dalam akta otentik yang di buat oleh notaris.
Lusinda Maranatha Siahaan
Program Pasca Sarjana
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar